đŸ‡źđŸ‡© ID

Mengapa Memilih Menjadi Pengikut Kristusw

Mengapa Memilih Menjadi Pengikut Kristusw

Mengapa Memilih Menjadi Pengikut Kristusw

  • Stefanus - Ingrid Tay

  • 54 minute read

 

               

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 


SISTEM KATEKESE
“IMAN YANG MENCARI PENGERTIAN”



 

 

MODUL: PRAKATEKUMENAT


SESI: 1:
MENGAPA MEMILIH YESUS KRISTUS?

TINGKAT: KATEKUMEN

 

 

by:

Stefanus Tay & Ingrid Tay
www. katolisitas.org


Pendahuluan

 

Tentang modul prakatekumenat

Sesi 1 dan 2 adalah bagian awal atau bagian Prakatekumenat dari program katekese ini. Di kedua sesi ini para peserta diajak untuk melihat akhir dari perjalanan program ini, yaitu mencapai hubungan yang erat dengan Kristus di dalam Gereja Katolik. Tujuan akhir ini disampaikan di awal mula, agar setelah tujuan diketahui, perjalanan proses katekese ini dapat dilalui dengan sukacita.

Tiga hal yang perlu diketahui dan diusahakan oleh katekis dan para peserta untuk mencapai suasana kekeluargaan dalam proses katekese ini adalah:

(1) Mengusahakan terbentuknya satu keluarga yang berziarah dalam iman Katolik

●      Sesi 1 dan 2 merupakan awal “ziarah” atau perjalanan rohani bagi tiap peserta. Perlu diusahakan agar setiap orang yang terlibat merasa diterima dalam kelompok.

●      Mengusahakan dialog dalam kelompok sehingga setiap peserta dapat mengemukakan pendapat, termasuk ketidaksetujuan, asalkan dilakukan dengan santun. Katekis bertugas mengarahkan agar diskusi tidak melebar atau berkepanjangan ke luar topik pembahasan.

●      Katekis memberikan penjelasan tentang:

○      Tujuan program katekese ini, yaitu untuk memberi landasan iman yang kokoh berdasarkan iman yang mencari pengertian, tanpa mengesampingkan pembentukan kehidupan rohani yakni hubungan yang erat dengan Kristus dan  sesama, terutama sesama peserta.

○      Sistematika program: terdiri dari 48 sesi, dan setiap sesi dilakukan selama 2 jam, dengan pembagian: 90 menit untuk pembahasan dan 30 menit untuk doa dan diskusi dalam kelompok kecil.

○      Renungan, doa dan langkah-langkah nyata. Sepulangnya dari pertemuan, para peserta melakukan renungan singkat setiap hari, dan melakukan langkah-langkah nyata sehubungan dengan setiap topik pembahasan dalam program  katekese ini.

●      Bantuan pendamping: di dalam diskusi kelompok ataupun di kesempatan lain di luar sesi pengajaran oleh katekis, setiap katekumen dapat melanjutkan diskusi dengan pendampingnya tentang hal-hal sehubungan dengan topik ajaran iman Katolik. Jika pendamping belum atau tidak memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tertentu, maka pendamping dapat menanyakannya kepada katekis ataupun pastor paroki.

(2) Bersama-sama menyamakan landasan sebagai acuan diskusi

●      Karena setiap peserta setidaknya mempunyai niat mengenal Kristus dan Gereja Katolik, di awal program ini diletakkan pembahasan dasar untuk secara sekilas mengenal Kristus dan Gereja Katolik. Pembahasan dasar di dua sesi Prakatekumenat ini tidak dimaksudkan untuk memberikan uraian yang lengkap dan mendalam tentang Kristus dan Gereja Katolik, namun hanya pengenalan secara umum saja. Pembahasan secara lebih rinci akan disampaikan di sesi-sesi berikutnya.

(3) Membangkitkan semangat untuk berziarah dalam iman Katolik

●      Katekis memberikan pengarahan tentang tujuan umum proses katekese ini, yaitu: untuk masuk dalam persekutuan dengan Kristus dan dengan Gereja yang didirikan oleh Kristus, yang di dalamnya terdapat kepenuhan kebenaran.

●      Dengan memahami tujuan ini, diharapkan semua pihak yang terlibat—baik para katekumen, katekis dan pendamping—akan bersemangat dalam menjalani proses katekese ini. Sebab jika setiap pihak sungguh terlibat dalam prosesnya, mereka semua akan memperoleh buahnya, yaitu persekutuan yang erat dengan Kristus dalam Gereja yang didirikanNya.

Lagu pembuka

 

Pintu satu-satunya

(Puji Syukur 543)
Tim PS 1992, Joseph David Jones

Pintu satu-satunya: Tuhan Yesus.

Lewat Dia masuklah, umat kudus.

Padang rumput yang tenang,

ditemukan, hidup yang bahagia didapatkan.

Lihat jalan yang benar: Tuhan Yesus.

Ikutlah dengan tekun, jalan lurus.

Hanya lewat Dialah langkah kita,

aman sampai Bapa-Nya dalam Surga.

Dialah terang dunia: Tuhan Yesus.

Yang percaya padaNya dengan tulus,

lapang nian jalannya, tak terhalang,

bebas dari yang gelap: hati riang.

Doa pembuka

+ Ya Allah,

Kami bersyukur untuk rahmat-Mu,

yang memanggil kami untuk mendekat kepadaMu.

Engkau menghendaki kami selamat

dan memperoleh kehidupan yang kekal.

Biarlah mata hati kami melihat bahwa

Engkau telah mengutus Yesus Kristus Putra-Mu,

sebagai jalan, kebenaran dan hidup bagi kami,

sebab besarlah kasih-Mu kepada kami.

Pimpinlah kami, ya Allah,

agar kami dapat menanggapi panggilan-Mu.

Demi Kristus Tuhan kami.

Amin. +

Tujuan pembahasan

1.     Memahami apa itu agama.

2.     Mengerti keistimewaan Yesus yang tidak dimiliki oleh tokoh-tokoh agama lain, karena Yesus bukan tokoh manusia biasa namun Allah yang mengambil rupa manusia untuk menyelamatkan umat manusia.

3.     Mengerti bahwa kita tidak dapat menganggap Kristus hanya sebagai guru yang baik, namun hanya dapat menganggapNya sebagai Tuhan.

4.     Mengerti bahwa ada kerja sama antara rahmat Tuhan dan kehendak kita untuk percaya kepadaNya.

5.     Memahami pandangan Gereja Katolik terhadap agama-agama lain.


KESAKSIAN IMAN

Kateri Tekakwitha: Putri kepala suku yang menjadi putri Allah

Jennifer Fulwiler: Perjalanan seorang ateis menjadi seorang Katolik


Kateri Tekakwitha: Putri kepala suku yang diangkat menjadi putri Allah

Kateri Tekakwitha lahir di kota Auriesville, New York, Amerika, pada tahun 1656. Ayahnya adalah seorang pemimpin suku Mohawk. Di usia balita, Kateri telah diajari berdoa secara Kristiani dalam bahasa setempat, oleh ibunya yang menerima pendidikan Katolik dari misionaris Prancis di Montreal.  Malang bagi Kateri, ketika ia baru berusia empat tahun, ibunya wafat, demikian pula ayah dan saudara laki-lakinya, karena cacar air. Penyakit cacar menjangkiti Kateri juga, dan mengakibatkan penglihatan dan wajahnya rusak. Setelah menjadi yatim piatu, Kateri diadopsi oleh paman dan bibinya dan tinggal di desa Caughnawaga. Paman Kateri menentang ketertarikan Kateri untuk menjadi Kristen.

Karena cacat wajahnya, Kateri  menghindari pertemuan-pertemuan dengan orang banyak. Namun, ia mahir dalam pekerjaan-pekerjaan ketrampilan, seperti membuat pakaian, ikat pinggang dari kulit binatang, menganyam permadani, keranjang, memasak, dan bercocok tanam. Kateri tumbuh di masa pergolakan antara suku Mohawk dengan koloni Prancis dan Belanda. Di masa itu pula, masuklah para misionaris Yesuit ke daerah suku Mohawk. Ketika Kateri beranjak remaja, suku Mohikan menyerang Caughnawaga. Banyak orang terluka. Kateri bergabung dengan gadis-gadis lain untuk membantu Pastor Jean Pierron mengobati orang-orang yang terluka, mengubur jenazah, membawakan makanan dan air kepada para pejuang. Ketika bantuan dari desa Mohawk yang lain datang, pasukan Mohikan berhasil dipukul mundur. Kini, ganti prajurit suku Mohikan yang dikejar, diburu dan dibunuh oleh pasukan Mohawk. Para tawanan—baik laki-laki maupun perempuan Mohikan—dibawa ke desa dan dianiaya. Pastor Pierron cenderung membela para tawanan, memohon para penyiksa untuk berhenti, tetapi mereka tidak peduli. Pastor Pierron kemudian mengajarkan iman Katolik kepada para tawanan itu sedapat mungkin dan membaptis mereka sebelum dieksekusi.

Sementara itu, Kateri tidak juga menunjukkan ketertarikannya untuk menikah meskipun sudah  berusia 17 tahun. Paman dan bibinya mencoba menjodohkannya dengan seorang pria muda Mohawk. Tetapi Kateri menolaknya. Karena itu bibinya mengejek Kateri, dan memberinya beban kerja keras. Kateri melaksanakan kerja keras itu dengan lapang hati, tapi ia tetap teguh pada pendiriannya.

Di usia 19 tahun, Kateri bertemu dengan seorang pastor Yesuit, Jacques de Lamberville, yang  mengajarkan iman Katolik kepadanya. Setahun kemudian ia dibaptis dengan nama baptis Katarina dari Siena. Kateri tinggal di desanya hanya selama enam bulan setelah dibaptis. Beberapa orang Mohawk menentang pertobatannya menjadi Katolik. Kateri dituduh melakukan sihir. Karena itu, Pastor Lamberville menyarankan Kateri pindah ke tempat misi Yesuit Kahnawake, di Montreal selatan, tempat bermukimnya penduduk pribumi yang telah menjadi Kristen. Kateri pindah ke Kahnawake tahun 1677 dan menetap di sana sampai wafatnya dua tahun kemudian. Ia mengabdikan seluruh hidupnya bagi Tuhan. “Aku telah mempertimbangkan dengan saksama keputusan yang akan kuambil. Aku mempersembahkan seluruh diriku untuk Yesus, Putra Maria.”

Kateri begitu terkesan akan kasih pengorbanan Tuhan Yesus untuk menebus dosa-dosa umat manusia. Untuk membalas kasih Yesus itu, Kateri bersedia mengambil bagian dalam karya keselamatan umat manusia. Ia percaya akan nilai penderitaan yang dipersembahkan kepada Tuhan sebagai silih atas dosa. Demi memohon pertobatan dan pengampunan bagi kaum kerabatnya, sesama suku Mohawk, Kateri melakukan puasa, mati raga dan silih yang keras. Pertempuran antar suku yang pernah terjadi di depan matanya semakin mendorongnya  untuk memohonkan pengampunan bagi dosa-dosa sesamanya. Silih yang terlalu keras itu pun mempengaruhi kesehatannya, hingga akhirnya Kateri wafat  di usia 24 tahun. Kalimat terakhir yang diucapkannya adalah, “Yesus, Bunda Maria, aku mencintaimu.”

Lima belas menit setelah wafatnya, terjadi perubahan pada wajahnya yang dalam sekejap menjadi sangat cantik dan bersih. Seminggu setelah kematiannya, ia menampakkan diri kepada pastor ChauchetiĂšre (pastor pembimbingnya), Anastasia (ibu rohaninya) dan Marie Therese Tegaiaguenta (sahabat dekatnya). Pastor ChauchetiĂšre membangun kapel di dekat makam Kateri. Para imam Yesuit membakar tulang-tulangnya menjadi abu dan menyemayamkannya di kapel tersebut. Lima puluh tahun setelah kematian Kateri, biara pertama untuk biarawati orang Amerika asli dibuka di Meksiko. Karena Kateri terkenal akan kesuciannya, ia sering disebut sebagai bunga lili—yang melambangkan kemurnian. 

Kateri Tekakwitha dibeatifikasi tahun 1980, dikanonisasi pada tanggal 21 Oktober 2012 oleh Paus Benediktus XVI. Ia adalah orang Amerika asli pertama yang dinyatakan sebagai santa oleh Gereja Katolik.[1]

Jennifer Fulwiler: Perjalanan seorang ateis menjadi seorang Katolik

Aku adalah seorang ibu dengan enam orang anak. Sebelum menjadi Katolik, aku adalah seorang ateis. Ayahku pun seorang ateis. Aku tumbuh dalam didikan keluarga yang mengutamakan ilmu pengetahuan dan pemikiran logis. Aku diajar untuk hanya percaya apabila ada bukti. Hidup manusia hanya kupandang sebagai semacam akibat dari reaksi kimia, yang akan berakhir di saat kematian.

Selepas SMA, aku kuliah di Universitas Texas A&M, dan kemudian pindah ke Universitas Texas, di  kota Austin.  Di Universitas Texas inilah, aku berkenalan dengan banyak orang yang benar-benar ateis. Aku sering berdiskusi dengan mereka. Namun dengan semakin seringnya berdiskusi, aku menyadari bahwa ternyata kami semua tidak mempunyai dokumen tertulis tentang ateisme, yang ditulis dengan intelektualitas yang jujur. Banyak orang berpendapat bahwa orang ateis adalah orang yang pandai dan berpendidikan. Kebanggaan mereka terletak pada kepandaian. Nampaknya daripada dianggap tidak pandai, mereka lebih memilih untuk tidak melanjutkan diskusi yang mendalam yang menuntut kejujuran.

Aku bekerja setelah lulus dan di sana aku bertemu dengan Joe yang kemudian menjadi suamiku. Joe seorang yang sangat pandai. Dia lulus dari Universitas Yale, Columbia, dan Standford di bidang hukum, bisnis, dan ilmu komputer. Ia seorang akuntan publik dan juga pengacara. Ia seorang yang sangat logis dan tidak emosional. Sangat mengherankan bagiku, bahwa Joe percaya akan Tuhan, dan bahkan seorang Kristen. Namun perbedaan itu tak menjadi masalah, karena Joe tidak pernah mempraktekkan dan memperlihatkan imannya. Pembicaraan mengenai agama selalu kuhindari. Kami menikah tahun 2003 dalam acara sekuler dengan janji yang kami buat sendiri.

Namun keadaan berubah dengan kelahiran anak pertama kami. Sejujurnya, tidak pernah terbayangkan olehku untuk menjadi ibu dan aku tidak siap. Selain karena penyakit yang kuderita yang membuatku berpikir tidak mungkin aku melahirkan anak, juga karena pengaruh lingkungan sekitar, yang tidak terbiasa dengan jumlah anak yang lebih dari dua orang, maka aku tidak berpikir untuk mempunyai anak, apalagi banyak anak. Aku mempunyai rencana masa depan bersama Joe, tetapi bukan untuk mempunyai anak. Karir kami sedang sangat baik, hidup kami secara materi sangat mencukupi.

Maka kelahiran anak pertama kami pada awalnya merupakan pukulan berat buatku. Peristiwa ini membuatku kembali berpikir tentang kesia-siaan, bahwa hidup manusia pada dasarnya tak berarti. Namun melihat bayiku, tiba-tiba aku melihat sisi lain dari hidup. Aku merasakan betapa luar biasa berharganya dia buatku. Ia membuat hidupku lebih bermakna. Aku merasakan cinta yang besar kepada bayiku. Karena itu aku mulai ragu akan kebenaran pandangan yang kuyakini selama ini. Dari manakah datangnya rasa cinta ini? Apakah bayiku hanya merupakan hasil suatu reaksi kimia? Berasal dari bukan apa-apa, dan kelak akan raib begitu saja? Tentu hal itu adalah suatu kesalahan dan pemikiran yang bodoh. Sementara rasa cinta kepada bayi dan keluarga kecil kami terasa begitu nyata sejak kelahiran bayi pertama kami. Cinta itu begitu nyata, dan tetap akan ada meski dunia kiamat esok hari. Mungkinkah ada kehidupan rohani di balik apa yang nampak di dunia ini? Aku mulai merasa, jangan-jangan aku yang selama ini tidak menyadarinya!

Sejak saat itu aku mulai mencari jawaban terhadap pertanyaanku itu. Aku mulai membaca beberapa buku tentang iman Kristiani, yang membuatku semakin bertanya, “Bagaimana jika Tuhan itu ternyata sungguh ada dan pernah masuk ke dalam sejarah manusia?” Aku mulai membaca tulisan para pemikir besar, seperti St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas. Betapa terkejutnya aku untuk menemukan bahwa sesungguhnya ajaran agama Kristen sama sekali tidak bertentangan dengan akal sehat. Aku makin tertarik untuk membaca Kitab Suci, walaupun sering tidak bisa menafsirkan ayat-ayatnya. Aku mencoba menemukan patokan untuk etika moral—seperti tentang aborsi, euthanasia, perkawinan sesama jenis, dst—yang tak secara jelas tercantum di sana. Aku mencari jawaban dalam beragam komunitas Kristen yang berbeda-beda, namun jawaban yang diberikan tidak sama, walaupun sama-sama mengacu kepada ayat-ayat Kitab Suci.

Karena bingung dengan keadaan tersebut, aku membuat sebuah blog di basis besar ateis, yang kemudian ternyata menarik banyak orang yang dapat mendebat dan menghancurkan argumen ateisme. Secara tidak sengaja aku menarik orang-orang Katolik. Mereka mengajukan argumen yang baru bagiku; yaitu bahwa Kristus telah memberikan kuasa untuk mengartikan Kitab Suci secara benar kepada Gereja-Nya. Sebelum Yesus naik ke Surga, Yesus mendirikan Gereja-Nya dengan otoritas-Nya sendiri, dan Yesus memberikan kuasa adikodrati kepada Gereja-Nya itu. Gereja tersebut merupakan Gereja yang hidup yang terus mewartakan kebenaran sepanjang masa, di mana pun dan ke mana pun. Aku terkesan dengan penjelasan ini. Argumen ini menjelaskan banyak hal, seperti: bagaimana orang yang tidak berpendidikan dan yang tidak bisa membaca dapat mengenal Tuhan; bagaimana orang bisa mengenal Tuhan sebelum ada percetakan, bagaimana kita bisa memahami apa yang Tuhan katakan dalam Kitab Suci-Nya. Meskipun demikian, kami belum memutuskan untuk menjadi Katolik.

Aku dan Joe kemudian membuat suatu penelitian riset tentang Gereja Katolik. Kami terpana saat menemukan bahwa Gereja Katolik merupakan sistem kepercayaan yang paling konsisten. Ketika membaca Katekismus dan karya bapa-bapa Gereja, aku seperti menemukan manual yang jujur tentang jiwa manusia. Aku seperti menemukan resep dari dokter yang sempurna, resep untuk menjalani kehidupan yang penuh kasih. Semakin aku mengikuti aturan Gereja ini, resep ini membuatku semakin dekat dengan Sang Sumber Cinta yang bercahaya.

Joe dan aku akhirnya menjadi Katolik di tahun 2007. Kami menemukan bahwa ternyata Gereja Katolik mampu menjawab setiap pertanyaan kami. Gereja Katolik membuatku menerima bahwa paham kekristenan, kehidupan manusia, dan dunia sungguhlah masuk akal dan ada artinya. Banyak orang bertanya kepadaku, apakah kehidupanku setelah menjadi Katolik menjadi lebih baik. Meskipun kehidupanku tidak menjadi lebih mudah setelah menjadi Katolik, tetapi tidak pernah sedikit pun, dan sedetik pun kami menyesalinya. Kegelapan dalam diriku sudah sirna. Hatiku sudah terisi dengan damai, dan perasaan yang tidak dapat salah akan cinta. Aku merasakan kehadiran Tuhan. Kehidupanku yang sesungguhnya dimulai sejak aku menjadi seorang Katolik.[2]

Jennifer adalah seorang kolumnis untuk majalah Envoy, tamu regular pada radio Relevant dan radio EWTN, dan kontributor pada buku The Church and New Media dan From Atheism to Catholicism. Dia juga menulis buku berdasarkan blog pribadinya. Dia menyukai pekerjaan menulis seperti halnya menjadi ibu bagi keenam anaknya. Blognya dapat dilihat di: http://www.conversiondiary.com.

Bacaan Kitab Suci

Allah adalah kasih  (1Yoh 4:7-21)

Ayat hafalan:

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal.”
(Yoh 3:16)

Pembahasan

Apakah bukti bahwa manusia mengakui adanya Sang Ilahi?

Di manapun dan di sepanjang sejarah umat manusia, dicatat adanya penyembahan manusia kepada Sang Ilahi. Ini menunjukkan pencarian manusia akan Allah, dan kerinduannya untuk menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan di dalam hidup ini. Contohnya:  Mengapa ada kejahatan di dunia ini? Mengapa orang harus mati? Untuk apa aku hidup? Ke mana aku pergi setelah kematian? Dan seterusnya. Fakta bahwa umumnya manusia pernah menanyakan hal ini semasa hidupnya, membuktikan bahwa manusia mengakui adanya Sang Ilahi yang mengatasi dirinya. Ini menunjukkan bahwa akal budi kita sesungguhnya mengatakan kepada kita bahwa kita diciptakan oleh Sang Pencipta, dan Sang Pencipta itu lah Sang Ilahi (Allah). Akal budi manusia dapat menangkap adanya Allah, lewat segala ciptaan-Nya (lih. Rm 1: 19-20), yang begitu beragam, teratur dan indah. Agama menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang mencari Allah Pencipta dan keinginan untuk mendekatkan diri kepadaNya.

Contoh 1: “Temple of Heaven” di Beijing, China, yang dibangun di awal abad ke-15 oleh Kaisar Yung-lo, dinasti Ming, membuktikan adanya tradisi China untuk menyembah “Surga”, yang dikaitkan dengan permohonan untuk panen yang baik. Diyakini bahwa tradisi penyembahan kepada Sang Ilahi (Tian) sudah berakar ratusan bahkan ribuan tahun sebelumnya

.https://en.wikipedia.org/wiki/Temple_of_Heaven#/media/File:11_Temple_of_Heaven.jpg

 

Contoh 2: Pura Besakih, di Bali, yang dari batu dasarnya diperkirakan berasal dari sedikitnya 2000 tahun yang lalu. Pura Besakih digunakan umat Hindu sebagai tempat penyembahan sejak tahun 1284.

https://en.wikipedia.org/wiki/Pura_Besakih#/media/File:Mother_Temple_of_Besakih.jpg

 

Apakah pengertian agama?

Agama (religion) berasal dari kata Latin religere, yang artinya: mengikat. Karena itu, agama dipahami sebagai upaya manusia untuk mengikatkan diri pada Allah. Namun demikian, sebenarnya, Allah-lah yang terlebih dulu ingin mengikatkan diri-Nya kepada manusia. Adanya kerinduan manusia di sepanjang sejarah untuk menyembah-Nya adalah suatu bukti bahwa Allah-lah yang telah menanamkan keinginan itu di dalam hati manusia. Sejarah telah menunjukkan bahwa di manapun di dunia terlihat jejak adanya penghormatan manusia kepada Sang Pencipta, yaitu Allah. Penghormatan ini diajarkan dalam agama.

Maka agama adalah kebajikan yang berkaitan dengan penghormatan kepada Allah: “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti” (Mat 4:10). Katekismus mengajarkan, “Menyembah Allah, berdoa kepadaNya, menyampaikan penghormatan yang wajar kepadaNya, dan memenuhi janji serta ikrar yang telah dibuat kepadaNya, adalah tindakan-tindakan kebajikan agama, yang ada di bawah ketaatan terhadap perintah pertama.”[3] Dengan kata lain, agama mengajarkan suatu perangkat iman dan bagaimana mewujudkan iman tersebut, baik dengan doa ataupun liturgi yang mengatur cara menyembah Tuhan yang diimani, maupun dengan ajaran moral yang mengatur bagaimana untuk hidup sesuai dengan apa yang diimani. Jadi kebajikan agama berkaitan dengan pengakuan akan Allah, bahwa Ia adalah Pencipta kita, dan kita adalah makhluk ciptaan-Nya yang memiliki kewajiban-kewajiban tertentu kepadaNya. Agama adalah “kebajikan yang dengannya kita memberi penghormatan dan pelayanan kepada Allah sebagai Pencipta kita, Pemilik dan Tuhan yang Mahatinggi.”[4] Dengan agama kita dapat mengenal, mengasihi dan melayani Allah yang satu itu seturut dengan perintah-Nya. Dengan agamalah kita memenuhi tujuan kita diciptakan dan memperoleh keselamatan.[5]

Dalam Kristianitas, agama tidak terpisahkan dari pernyataan wahyu Allah di dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus. Tertulis dalam Kitab Suci, “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” (Yoh 1:18). Karena itu, percaya kepada apa yang dinyatakan Kristus Putra-Nya, bukanlah semata cara manusia mengikatkan diri pada Allah, tetapi lebih kepada tanggapan manusia terhadap pernyataan Allah tentang Diri-Nya yang begitu mengasihi manusia, sehingga mengutus Putra-Nya yang Tunggal untuk mengikatkan diri-Nya pada kita. Yesus melakukannya untuk mewujudkan rencana Allah dari semula untuk membawa umat manusia bersatu dengan-Nya, setelah mengambil penghalangnya yaitu dosa. Maka Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa manusia, agar manusia dapat dikuduskan dan disatukan denganNya dalam kehidupan kekal.


Jadi agama berkaitan erat dan tak dapat dipisahkan dari iman. Apa yang diajarkan oleh agama bersumber dari apa yang diimani, seturut dengan apa yang diwahyukan Tuhan. Karena itu, tidaklah tepat jika dikatakan, yang penting beriman, namun tidak usah beragama. Karena iman yang benar, diwujudkan dengan apa yang diajarkan oleh agama. Melaksanakan ajaran agama menjadi cerminan ketaatan terhadap perintah dan kehendak Allah, yang menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:4).

Apa alasan-alasan yang kokoh sehingga kita dapat percaya kepada Kristus?

Berikut ini adalah empat hal yang membedakan Kristus dengan tokoh-tokoh agama lain, yang menjadi alasan-alasan yang kokoh bagi kita untuk percaya kepada Kristus dan Gereja-Nya:

1. Nubuat: Kedatangan Kristus telah dinubuatkan beratus-ratus tahun sebelumnya.
2. Mukjizat: Kristus melakukan banyak mukjizat; dan mukjizat-Nya yang terbesar adalah kebangkitan-Nya dari kematian.
3. Gereja-Nya: Gereja yang didirikan Kristus di abad pertama, kini masih ada dan akan tetap ada sampai akhir zaman sesuai dengan janji Kristus. Gereja itu, yaitu Gereja Katolik, tetap satu dan menyebar ke seluruh dunia.
4. Kebijaksanaan dan keindahan wahyu-Nya dan Pribadi Kristus itu sendiri. Pribadi Kristus yang sangat baik tanpa cacat cela, demikian pula ajaran-Nya, menunjukkan kebijaksanaan dan keindahan wahyu Allah.

Keempat alasan tersebut adalah fakta obyektif yang tak dapat dipungkiri oleh orang-orang yang dengan jujur mencari kebenaran. Karena itu, keempat alasan tersebut memberi dasar yang masuk akal untuk mengimani Kristus, sehingga iman kita tidak “asal percaya saja” secara buta. Katekismus Gereja Katolik mengajarkannya demikian:

“....Maka mukjizat Kristus dan para kudus (Bdk. Mrk 16:20; Ibr 2:4), nubuat, penyebaran dan kekudusan Gereja, kesuburannya dan kelanjutannya, ‘dengan sesungguhnya adalah tanda-tanda wahyu ilahi yang jelas dan sesuai dengan daya tangkap semua orang’, alasan-alasan bagi kredibilitas yang menunjukkan bahwa ‘penerimaan iman sekali-kali bukanlah suatu gerakan hati yang buta.”[6]

Selain itu ada hal kelima, yaitu argumen hati, yaitu berdasarkan kesaksian setiap orang, yang bisa berbeda-beda antara seorang dengan yang lain, yang menyatakan bahwa Tuhan Yesus sungguh hidup saat ini dan Gereja-Nya sungguh menjadi sarana kasih-Nya. Ini nampak dari kesaksian mengalami mukjizat kesembuhan dari Tuhan Yesus dalam sakramen Mahakudus, atau pertolongan Tuhan yang nyata lewat anggota-anggota Gereja-Nya, mengalami pencerahan rohani lewat kegiatan-kegiatan gerejawi, dan seterusnya.

Mengapa nubuat tentang Mesias di Perjanjian Lama hanya dapat mengacu kepada Yesus?

Nubuat tentang Kristus telah dicatat beratus-ratus, bahkan ribuan tahun sebelum kedatangan-Nya, dalam banyak ayat Kitab Suci Perjanjian Lama. Nubuat-nubuat ini mencakup tentang kelahiran-Nya, mukjizat-mukjizat- Nya, penolakan oleh bangsa-Nya sendiri, dan akhir hidup-Nya di dunia, dimana Ia akan dikhianati, diadili, dianiaya, diludahi, pakaian-Nya dilucuti, disalibkan, dibunuh sebagai kurban penebus dosa, dikuburkan, namun akan bangkit dari kematian. Nubuat-nubuat ini akan dijabarkan secara lebih rinci di sesi 12, yang membahas tentang ke-Allah-an Yesus. Nubuat-nubuat tentang Kristus menjadi alasan yang cukup kuat bagi kita untuk percaya kepadaNya, sebab nubuat itu sendiri datang dari Allah yang mengutusNya.

Prof. Peter Stoner (1888-1980), seorang ahli matematika dari Pasadena, USA menghitung probabilitas adanya seseorang yang dapat memenuhi delapan nubuat tentang Mesias yang tercatat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama:

1. Sang Mesias, akan dilahirkan di Betlehem (lih. Mi 5:1).
2. Kedatangan Mesias akan didahului oleh utusan Allah (lih. Mal 3:1).
3. Sang Mesias akan memasuki kota Yerusalem dengan menunggangi keledai (lih. Zak 9:9).
4. Sang Mesias akan menanggung luka di badannya di tempat sahabat-sahabat-Nya (lih. Zak 13:6).
5. Sang Mesias akan dijual dengan harga 30 keping perak (Zak 11:12).
6. Uang 30 keping perak itu akan diberikan kepada penuang logam di bait Allah (Zak 11:13).
7. Mesias akan dianiaya, namun tidak membuka mulut-Nya untuk membela diri (lih. Yes 53:7).
8. Mereka akan menusuk tangan dan kaki-Nya (lih. Mzm 22:17).

Dalam perhitungannya, Stoner menyimpulkan bahwa kemungkinan seseorang untuk dapat memenuhi ke-8 nubuat itu sekaligus adalah sangat kecil, yaitu 1 per 100,000,000,000,000,000. Artinya dari seratus ribu trilyun orang, hanya ada satu orang yang dapat memenuhi ke-8 nubuat itu sekaligus.[7] Padahal nyatanya, terdapat sekitar 350-an nubuat tentang Kristus yang ditulis dalam kitab Perjanjian Lama.[8] Dengan demikian, angka kemungkinan pemenuhan semua nubuat itu  menjadi semakin lebih kecil, dan akan mengerucut kepada satu orang. Oleh karena itu, masuk akal jika memang hanya Yesus Kristus  yang dapat menggenapi seluruh nubuat tersebut, dan bukan seseorang yang lain. Yesuslah Sang Mesias yang datang dari Allah, yang telah dinubuatkan oleh para nabi selama berabad-abad tersebut.

Jelaskan tentang banyak mukjizat yang dibuat Yesus, termasuk mukjizat kebangkitan-Nya dari kematian!

Kristus mampu melakukan berbagai mukjizat atas nama-Nya sendiri, oleh karena kodrat ke-Allah-an-Nya. Contohnya: menyembuhkan banyak orang sakit (lih. Mat 4:24), menaklukkan angin ribut (Mrk 4:39), mengusir roh jahat (Mat 8:28-34), mengampuni dosa orang (Mat 9:2), dan membangkitkan orang mati (Mrk 5:41, Luk 7:11-16; Yoh 11:43-44).

Di atas semua itu, Kristus menubuatkan wafat dan kebangkitan-Nya sendiri dari kematian (Mat 16:21; 17:22-23; 20:17-19), dan nubuat itu digenapi-Nya (Mat 28:1-10). Tidak ada seorang pun yang secara persis dapat menubuatkan kematiannya sendiri, apalagi kemudian bangkit dari mati. Karena itu, mukjizat kebangkitan Yesus dari kematian-Nya menjadi mukjizat-Nya yang terbesar. Dengan kebangkitan-Nya, Yesus membuktikan ke-Allah-an-Nya dan kuasa-Nya menaklukkan maut, untuk memberikan hidup kekal kepada mereka yang percaya kepadaNya. Kebangkitan-Nya tersebut membuktikan klaim-Nya sebagai Putra Allah, “Akulah kebangkitan dan hidup... setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh 11:25-26).

Jelaskan  bahwa Gereja adalah mukjizat yang terbesar setelah kebangkitan-Nya!

Keberadaan Gereja Katolik, Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri di atas Rasul Petrus, menjadi bukti akan janji-Nya sebagai Allah untuk melindungi Gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. Mat 16:18; 28:19-20). Artinya, perlindungan-Nya ini berlaku sejak kepemimpinan Rasul Petrus,  diteruskan kepada para penerusnya,[9]  sampai kedatangan Kristus kembali di akhir zaman kelak. Di sepanjang sejarah Gereja, telah terjadi begitu banyak pencobaan yang dialami oleh Gereja Katolik, baik yang datang dari dalam maupun dari luar Gereja. Seandainya Gereja hanya organisasi buatan manusia, segala pencobaan ini dapat membuatnya bubar. Namun Gereja Katolik tetap bertahan dari awal terbentuknya di zaman para rasul di abad ke-1, sampai sekarang di abad ke-21, tetap mengajarkan kebenaran yang penuh, dan tetap bertumbuh dalam kekudusan yang terlihat secara nyata dalam kehidupan para orang kudus-Nya. Gereja yang didirikan Kristus ini ditandai dengan ciri-ciri: satu, kudus, katolik, dan apostolik.

Jelaskan bahwa keindahan wahyu-Nya dan Pribadi Kristus sendiri adalah alasan yang kokoh untuk percaya kepadaNya!

Dalam sejarah manusia, muncul sejumlah orang yang kemudian dikenal sebagai tokoh pendiri suatu agama. Mereka mengajarkan kebaikan, dan karena itu banyak orang yang dengan alasannya masing-masing mengikuti ajaran mereka. Namun walaupun mereka telah membawa manusia kepada kesadaran akan Sang Ilahi, tak ada seorang pun dari mereka yang pernah mengklaim bahwa dirinya adalah Tuhan, selain Yesus Kristus. Yesus mengatakan, “Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh 13:13); dan Ia satu dengan Allah Bapa (lih. Yoh 10:30). Dengan demikian, Ia memberikan harapan pasti, bahwa Ia akan membawa semua orang yang percaya kepadaNya untuk sampai kepada Allah Bapa yang adalah satu denganNya.

Sementara banyak tokoh agama menunjukkan jalan kepada Tuhan, namun Yesus mengatakan bahwa Ia sendirilah Jalan itu. “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Hanya Kristus Sang Anak Allah-lah, yang dapat menunjukkan Allah Bapa kepada kita. “Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya” (Yoh 1:18). Dengan perkataan-perkataan-Nya ini, dan dengan banyak perkataan dan perbuatan-Nya yang lain, Yesus menunjukkan bahwa Ia sungguh datang dari Allah. Ia sungguh Allah dan sungguh manusia. Kedua kodrat Yesus ini akan dibahas di sesi-sesi berikut. Ke-Allah-an Yesus membedakan diri-Nya dari siapa pun tokoh religius yang pernah hidup di dunia ini. Yesus menghadirkan wajah Allah di dunia: Allah yang benar dan adil, namun juga yang berbelas kasih dan murah hati.

Selain itu, ajaran Yesus, terutama Delapan Sabda Bahagia (lih. Mat 5:1-12) dan hukum cinta kasih, yaitu mengasihi Tuhan dan sesama (Mat 22:37-40), bahkan mengasihi musuh (Mat 5:44), menunjukkan ajaran yang sangat baik dan sempurna. Dan Yesus sendiri melakukan ajaran-ajaran-Nya. Ia mengampuni para penganiaya-Nya (lih. Luk 23:34). Ia memberikan seluruh diri-Nya untuk Kerajaan Allah (lih. Mat 19:12), untuk melaksanakan rencana Allah Bapa. Ia sangat mengasihi sahabat-sahabat-Nya sampai rela menyerahkan nyawa-Nya bagi mereka (Yoh 15:13). Sejak awal kehidupan-Nya sebagai manusia sampai wafat-Nya, Yesus tak melakukan kesalahan sedikitpun. Ini menggenapkan apa yang tertulis tentangNya, yaitu bahwa Yesus akan menjadi sama seperti kita dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa (lih. Ibr 4:15). Maka keindahan wahyu Allah yang dinyatakan kepada kita,  tidak saja nampak dari ajaran-ajaran Kristus, namun terlebih dari Pribadi Kristus itu sendiri.

Sebutkan contoh ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan!

Ada banyak sekali ayat dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, entah dari berbagai nubuat para nabi, maupun mukjizat, perbuatan, dan perkataan Tuhan Yesus sendiri, dan bahkan dari Allah Bapa yang mengutus-Nya. Hal ini akan dibahas lebih mendetail di Sesi tentang Yesus Kristus (Sesi 12).

Allah Bapa sendiri menyatakan Yesus sebagai Anak-Nya secara eksplisit dalam dua kesempatan:

1.      Sesudah Yesus dibaptis, terdengarlah suara dari Sorga yang mengatakan, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat 3:17).

2.      Sewaktu Yesus dimuliakan di atas gunung, turunlah awan atas-Nya dan terdengar suara Bapa: “Inilah Anak yang Kukasihi... dengarkanlah Dia.” (Mat 17:5)

Dan Yesuspun menyatakan ke-Allahan-Nya dengan perkataan ini:

1.                  “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku... (Yoh 6:38). Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia...” (Yoh 3:13).

2.                  Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah” (Yoh 3:16-18).

3.                  Kepada perempuan Samaria yang berkata, “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut Kristus...” Yesus berkata: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau” (Yoh 4:26).

4.                  Yesus berkata, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). Tak ada seorang nabi pun yang pernah berkata demikian, tentang kesatuannya dengan Allah.

5.                  Kata Yesus kepada orang-orang Yahudi yang menuduh-Nya telah menghujat Allah: “.... masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh 10:36-38). Dengan mengatakan diri-Nya Anak Allah, Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Allah, sebab Bapa-Nya ialah Allah. Pernyataan-Nya ini membuat orang-orang Yahudi ingin membunuhNya. “... Kami mau melempari Engkau,... karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah” (Yoh 10:33). Kesatuan Yesus yang sempurna dengan Allah Bapa, “Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” mengakibatkan Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa, yang nyata dalam mukjizat-mukjizat yang tak pernah dapat dilakukan oleh manusia biasa dengan kekuatannya sendiri.

6.                  Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan...” (Yoh 13:13).

7.                  Mukjizat-Nya yang terbesar ialah Kebangkitan-Nya sendiri dari kematian (Mat 28:9-10; Luk 24:5-7,34,36; Mrk 16:9; Yoh 20:11-29; 21:1-19), untuk mengalahkan kuasa dosa dan maut.. Kebangkitan-Nya ini membuktikan keAllahan-Nya, dan menepati ucapan Yesus sendiri, “...Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga...” (Luk 24:46). Juga menggenapi apa yang dikatakan tentang diri-Nya, “Akulah kebangkitan dan hidup...” (Yoh 11:25).

8.                  Sesaat sebelum kenaikan-Nya ke Sorga, Tuhan Yesus bersabda, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di Sorga dan di bumi.” (Mat 28:18) Hanya Allah-lah yang dapat berkata demikian. Inilah yang menjelaskan mengapa Ia dapat membuat berbagai mukjizat dan atas nama-Nya sendiri memberikan hukum dan perintah kepada manusia dan mengampuni dosa. Juga roh-roh jahat tunduk kepada-Nya (Mrk 3:11; 5:1-20) dan para malaikat melayani-Nya (Mrk 1:12).

Selain perkataan Yesus, perkataan para murid-Nya yang juga menyatakan ke-Allahan Yesus, contohnya:

1. Rasul Petrus

- Ketika Yesus bertanya kepada para murid-Nya, tentang siapa diri-Nya menurut mereka, jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16). Kata Yesus kepadanya, “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:17-18). Pernyataan Rasul Petrus merupakan pernyataan imannya, yang karenanya, Yesus memilih Petrus untuk menjadi pemimpin Gereja-Nya.

- Setelah Yesus naik ke Surga dan Pentakosta, Rasul Petrus dalam salah satu khotbahnya mengatakan, “Itulah firman yang Ia [Allah] suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dari semua orang” (Kis 10:36).

2. Rasul Yohanes:

- Rasul Yohanes mencatat di awal Injilnya, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia... Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita... sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran....  kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.  Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” (Yoh 1:1-3, 14, 17-18).  Sang Firman Allah adalah Allah, yang oleh-Nya segala sesuatu diciptakan; Yang pada suatu waktu, masuk dalam sejarah manusia, dan mengambil rupa manusia, dengan nama Yesus Kristus.

- Rasul Yohanes pun menuliskan  kesaksian St. Yohanes Pembaptis tentang Yesus, “Aku telah melihat-Nya [Yesus] dan memberi kesaksian: Ia [Yesus] adalah Anak Allah” (Yoh 1:34).

3. Rasul Tomas

Di malam hari Kebangkitan-Nya Yesus menampakkan diri kepada para murid-Nya, namun Rasul Tomas tidak hadir saat itu. Ketika diberitahukan kepadanya bahwa Yesus telah bangkit, Tomas tidak percaya. Katanya, sebelum ia mencucukkan jari ke bekas luka-luka Yesus yang bangkit itu, ia tak akan percaya. Maka, seminggu kemudian, ketika Yesus menampakkan diri di hadapan para rasul, Yesus menyuruh Tomas mencucukkan jarinya ke dalam luka-luka-Nya. Melihat Yesus, Tomas berkata, “Ya, Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20:28). Mendengar pernyataan Tomas ini, Yesus tidak menyanggahnya. Ia bahkan meneguhkannya dengan berkata kepada Tomas, “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29). “Percaya” di sini konteksnya adalah percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah, sebagaimana diimani dan dikatakan oleh Rasul Tomas.

4. Rasul Paulus: Ada banyak sekali tulisan Rasul Paulus yang menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan. Berikut ini hanya sedikit contohnya:

- Dalam suratnya, Rasul Paulus berkata,“.... segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:11).

- “... dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” (Rm 1:4).

- “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Rm 10:9).

5. Rasul Yudas Thadeus:

- “Allah yang esa, Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.” (Yud 1:25).

Apa referensi di luar Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan?

Uskup Agung Fulton Sheen (1895–1979) menjabarkan demikian:[10] Ada banyak orang dalam sejarah yang mengklaim sebagai “yang datang dari Sang Ilahi”, seperti Buddha, Confusius, Kristus, Muhammad, Lao Tzu, dan lain-lain. Dari mana kita dapat mengetahui bahwa klaim mereka itu benar? Uskup Sheen mengatakan setidaknya ada dua hal, yaitu akal budi dan bukti sejarah, yang dapat dipakai sebagai patokan untuk karena setiap orang memilikinya, dan sejarah, karena setiap orang hidup di dalamnya, dan karena itu dapat menguji kebenaran klaim tersebut. Akal budi, mengetahui apa yang terjadi dalam sejarah. Dengan menggunakan patokan akal budi dan sejarah, kita akan mengetahui bahwa Yesus adalah Tuhan.

Bagaimana akal budi dapat mengarahkan kita untuk percaya bahwa Yesus itu Tuhan?

Akal budi menyatakan, jika seseorang menyatakan diri bahwa ia datang dari Tuhan, mestinya Tuhan memberitahukan sebelumnya akan kedatangan orang tersebut. Ini seperti halnya pabrik mobil yang akan memberitahu pelanggannya, kapankah model mobil terbaru yang diproduksi akan diluncurkan dan apa ciri-cirinya. Jika Allah mengirim utusan-Nya untuk suatu pesan yang sangat penting bagi umat manusia, tentulah menjadi penting juga, bahwa Allah sendiri memberitahukan rencana-Nya ini kepada manusia: Bagaimanakah pembawa pesan-Nya itu akan lahir, di mana Ia akan hidup, apa yang akan diajarkan-Nya, dan seterusnya, sampai bagaimana Ia akan wafat. Supaya dengan demikian, manusia dapat mengenali utusan-Nya tersebut sebagai yang sungguh datang dari Allah. Jika Allah tidak melakukan ini, maka setiap orang bisa saja mengatakan, “aku datang dari Tuhan”, atau “seorang malaikat menampakkan diri kepadaku mengatakan pesan ini”..., namun tak ada bukti objektif secara historis untuk menguji perkataannya itu. Kita bisa saja mendengarkan klaimnya ini, tetapi sesungguhnya, ia bisa saja keliru.

Mari kita terapkan patokan ini. Socrates tak pernah dinubuatkan kelahirannya. Buddha dan pesannya tak pernah diperkenalkan sebelumnya, tak pernah ada yang mengatakan ia akan mendapat pencerahan di bawah pohon itu. Demikian pula, tidak ada catatan di abad-abad sebelumnya nubuat tentang kelahiran Confucius,[11] Lao Tzu,[12] dan tokoh-tokoh agama lainnya. Ringkasnya, tak ada keterangan apapun yang diberikan kepada umat manusia sebelum tokoh-tokoh itu datang, untuk memberitahukan bahwa mereka adalah utusan Tuhan. Tetapi pada Kristus segalanya berbeda. Nubuat-nubuat tentang Kristus sudah tertulis dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, yang ditulis ratusan bahkan ribuan tahun sebelum kelahiran-Nya. Nubuat itu adalah tentang kedatangan atau kelahiran-Nya, mukjizat-mukjizat yang dibuat-Nya, dan juga kematian-Nya sebagai Hamba Tuhan dan kurban bagi dosa-dosa umat-Nya (lih. Yes 7; Yes 35; Yes 53).[13] Setelah semua nubuat digenapi dalam diri Kristus, tidak saja bahwa semua nubuat di Israel tidak ada lagi, namun juga tak ada lagi kurban-kurban hewan menurut hukum Taurat dipersembahkan di bait Allah di Yerusalem. Sebab Kristus sebagai Anak Domba Allah telah dikurbankan.

Bagaimana sejarah menunjukkan keistimewaan Kristus?

Sejarah mencatat bahwa kedatangan Kristus telah dinubuatkan oleh berbagai bangsa, tidak saja terbatas kepada bangsa Israel di mana Kristus dilahirkan. Tacitus, sejarawan Romawi di abad pertama berkata, “... Ada pengaruh yang kuat (pada orang-orang), bahwa dalam tulisan-tulisan kuno para nabi mereka, yang berisi nubuat tentang bagaimana di saat ini, (dari) dunia Timur telah muncul Penguasa dan Pemimpin yang kuat dari Yudea[14], untuk menguasai seluruh dunia.”[15] Tacitus menghubungkan nubuat itu dengan Vespasian dan Titus, dan tentu hal tersebut keliru, sebab keduanya bukan keturunan Yehuda yang dinubuatkan oleh para nabi Israel. Namun tak dapat dipungkiri, bahwa dari tulisan Tacitus ini diketahui bahwa pada saat itu diakui adanya penggenapan nubuat para nabi tentang adanya Pemimpin dari Yudea yang akan menjadi Pemimpin dunia. Demikian pula, Suetonius (70-130), dalam tulisannya tentang riwayat Vespasian mengatakan, “Adalah kepercayaan kuno yang konstan di seluruh dunia Timur, oleh nubuat-nubuat tertentu yang tidak diragukan, bahwa Bangsa Yahudi akan memperoleh kekuasaan yang tertinggi.”[16]

Tacitus dan Suetonius bukan yang pertama yang telah menuliskan tentang adanya catatan-catatan kuno yang mengacu kepada Yesus Kristus. Sekitar 6 abad sebelum kedatangan-Nya, Aeschylus, seorang pakar penulis Yunani juga telah menuliskan tentang bagaimana bangsa Yunani mengharapkan kedatangan Tuhan yang akan datang untuk menanggung dosa umat manusia. Dalam kisah Prometheus, Hermes berkata kepada Prometheus, sebelum ia dijatuhi hukuman, “Jangan memperhitungkan kesengsaraanmu ini, sampai seorang Tuhan akan muncul untuk menanggung dalam diri-Nya sendiri, segala penderitaanmu, dan dari kehendak bebas-Nya sendiri akan turun ke dalam kegelapan dunia orang mati...”[17] Perkataan ini secara samar-samar mengacu kepada Kristus yang menggenapinya dengan sempurna: Kristus telah dengan rela, wafat menanggung dosa manusia, untuk menyelamatkan umat manusia.

Para filsuf Yunani, Sokrates dan Plato, di sekitar akhir abad 5 dan 4 SM, dalam pencarian mereka tentang kebenaran telah mengajarkan adanya jiwa manusia yang kekal, dan padanya ada hati nurani yang dapat membedakan baik dan buruk; dan bahwa kebaikan yang ada dalam hati manusia itu berasal dari Tuhan. Walaupun belum mendefinisikannya dengan jelas, kedua filsuf itu menghubungkannya dengan adanya Logos (Sabda atau Firman), yang adalah hakikat keilahian, yang menggerakkan alam semesta dan menggerakkan kebaikan di dalam hati manusia. Prinsip yang sama diteruskan oleh Aristoteles, yaitu bahwa Tuhan adalah “Penggerak yang tidak digerakkan oleh yang lain”, dan bahwa manusia dan alam semesta bergerak menuju Dia.

Rasul Yohanes menuliskan dalam Injilnya bahwa pemahaman ini digenapi di dalam Kristus, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.... Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:1-3,14). Demikianlah Kristus, Sang Anak Allah dan Sang Sabda Allah, menjadi penggenapan dari apa yang telah dinanti-nantikan selama berabad-abad, bahkan oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.

Seorang sejarawan Yahudi di abad pertama, Flavius Josephus, juga mengakui tentang fakta kehidupan Yesus, wafat dan kebangkitan-Nya, dan menuliskannya dalam buku sejarah yang ditulisnya:

“Pada saat ini, hiduplah Yesus, seorang yang bijaksana. Karena ia adalah seorang pelaku perbuatan yang luar biasa, seorang guru dari orang-orang yang menerima kebenaran dengan senang hati. Dan ia mendapatkan pengikut baik di kalangan banyak orang Yahudi dan di antara banyak orang yang berasal dari Yunani. Dan ketika Pilatus, karena tuduhan yang dibuat oleh orang-orang terkemuka di antara kita, mengutuk dia untuk disalibkan, mereka yang telah mencintainya sebelumnya tidak berhenti mencintainya. Karena ia menampakkan diri kepada mereka pada hari ketiga, hidup lagi, sama seperti yang telah dibicarakan oleh para nabi Allah dan banyak hal lain yang menakjubkan yang tak terhitung banyaknya telah dibicarakan tentang dirinya. Dan sampai hari ini suku Kristen, yang dinamai seturut namanya, tidak mati.”[18]

Kesaksian Josephus (37-100) menjadi penting, justru karena ia sendiri adalah seorang Yahudi non-Kristen, sehingga kesaksiannya obyektif, “netral” yang tidak dibuat untuk membela umat Kristen. Tulisan Josephus ini menjadi referensi yang baik, mengingat ia menuliskannya pada zaman yang tak jauh dari kejadian yang sesungguhnya di abad pertama, dimana ia masih dapat memperoleh sumber yang akurat, berdasarkan kesaksian para saksi mata yang masih hidup saat ia menuliskannya.

Lebih jauh ke timur, yaitu di China, berabad-abad sebelum kedatangan Yesus, juga sudah dilakukan apa yang serupa dengan penyembahan kepada Tuhan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi. Confucius (495 SM), seorang filsuf besar di China juga percaya akan adanya Sang Pencipta, yang disebutnya sebagai “Surga” atau ‘ShangDi’ atau ‘Tian’. Confucius tidak menganggap dirinya sebagai seorang dengan kebajikan yang sempurna, namun hanya seorang yang berusaha ke arah itu. Ia mengakui bahwa kebajikan yang ada dalam dirinya adalah pemberian ShangDi tersebut.[19]  Tulisan-tulisan Confucius menjadi salah satu saksi bahwa bangsa China juga telah lama percaya akan keberadaan Tuhan, yang mereka sebut sebagai ShangDi itu. Kepada ShangDi, kurban terbaik dipersembahkan demi pendamaian atas dosa-dosa manusia. Menurut buku sejarah China, Kaisar Sun sejak tahun 2255 SM telah mempersembahkan kurban kepada ShangDi. Persembahan kurban kepada Tuhan oleh para kaisar China berlangsung terus sampai sekitar 4000 tahun, sampai tahun 1911 saat kaisar terakhir China diturunkan dari tahta oleh revolusi kaum nasionalis, yang kemudian membuka jalan bagi terbentuknya Republik China sebagai negara komunis di tahun 1949.[20] Jadi persembahan kurban kepada Tuhan telah berakar dalam berbagai budaya manusia di sepanjang sejarah. Persembahan ini digenapi secara sempurna oleh Kristus, yang telah mempersembahkan nyawa-Nya di kayu salib demi mendamaikan umat manusia dengan Allah. “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita... juga untuk dosa seluruh dunia (1 Yoh 4:10; 2:2).

Juga, kedatangan Tuhan yang mengambil rupa manusia demi menebus dosa manusia telah menjadi kerinduan umat manusia sejak lama. Kerinduan ini digenapi di dalam Yesus Kristus. Karena itu, tak mengherankan jika kedatangan-Nya juga memberikan pengaruh yang besar kepada umat manusia di sepanjang sejarah. Uskup Agung Fulton Sheen mengatakan, fakta sejarah yang juga sangat penting adalah, setelah Kristus datang, Ia membagi waktu sejarah menjadi dua periode: yang satu adalah kurun waktu sebelum kedatangan-Nya (BC, Before Christ, Sebelum Kristus, atau SM, Sebelum Masehi) dan yang kedua adalah kurun waktu setelahnya (AD, Anno Domini, Tahun Tuhan, atau M, Masehi). Tak ada tokoh lain di dunia yang mempunyai efek sedemikian rupa terhadap sejarah umat manusia.[21]

Tidak ada seorang pun yang lahir di dunia, hidup seperti Yesus, yang moral-Nya tak bercela, ajaran-Nya sempurna, mukjizat-Nya tak tertandingi, dan yang menyerahkan nyawa-Nya dengan rela, untuk menggenapi nubuat tentang diri-Nya, sebagai Anak Allah yang menjadi kurban tebusan bagi dosa umat manusia.

Apakah kontras yang membedakan Yesus dari tokoh-tokoh lainnya dalam hal kehidupan dan kematian?

Uskup Agung Fulton Sheen juga mengemukakan bahwa yang membedakan Yesus dengan tokoh-tokoh yang lain adalah, semua orang lain datang ke dunia untuk hidup, namun Yesus datang ke dunia untuk mati.  Tentu saja, kematian Yesus bukan tanpa alasan, tetapi karena kasih-Nya maka Ia berkurban demi menyelamatkan kita umat manusia. Riwayat hidup semua manusia berawal dari kelahiran dan berakhir dengan kematian, tetapi pada Yesus yang terjadi adalah sebaliknya.[22] Sebab Yesus—Sang Firman Allah—telah dikorbankan sejak dosa pertama dilakukan. Maka bukan kelahiran-Nya yang pertama-tama mewarnai kehidupan-Nya, tetapi sebaliknya, kurban Salib-Nya yang lebih utama mewarnai kelahiran-Nya, dan seluruh hidup-Nya. Dengan demikian dapat kita pahami mengapa Ia memilih untuk lahir di kandang yang hina, dan rela terbaring di tempat makanan hewan. Sebab sudah menjadi tujuan hidup-Nya, bahwa Ia sebagai Putra Allah mengambil rupa manusia, menjadi seorang hamba dan wafat dengan cara yang hina. Ia rela menyerahkan Tubuh-Nya menjadi santapan rohani bagi umat manusia, agar manusia memperoleh hidup kekal. Itulah sebabnya pula, Ia lahir ke dunia dan mengambil nama “Yesus” yang artinya “Allah menyelamatkan”.[23] Yesus menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib; agar kemudian Ia dapat bangkit dengan mulia, untuk menyelamatkan dan memberikan kehidupan kekal bagi mereka yang percaya kepadaNya (lih. Yoh 3:16).

Jadi pada Yesus, hubungan antara kematian dan kehidupan tidaklah seperti pada manusia umumnya. Kematian adalah batu sandungan bagi para pengajar di dunia—karena menghentikan pengajaran mereka. Tetapi bagi Kristus, kematian adalah tujuan dan pemenuhan hidup-Nya, yang dikejarNya, karena diikuti dengan kebangkitan-Nya dan Ia tetap hidup selamanya. Dengan wafat-Nya, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Penyelamat, lebih daripada hanya sebagai seorang Guru atau Pengajar. Sebab dengan wafat dan kebangkitan-Nya, Yesus tidak hanya mengajar umat manusia dengan teladan-Nya, tetapi juga memberikan kekuatan dan kemampuan kepada mereka untuk melaksanakan ajaran-Nya, setelah Ia menebus dan memerdekakan mereka dari belenggu dosa dan maut. Yesus mengutus para murid-Nya untuk membaptis dan mengajar semua bangsa agar melakukan segala perintah-Nya; dan Ia berjanji akan menyertai mereka sampai akhir zaman (Mat 28:19-20). Penyertaan Yesus ini membuat para murid-Nya mampu menanggung segala sesuatu, sebab Ia memberi kekuatan kepada mereka (lih. Flp 4:13).

Apa maksudnya bahwa kita tidak dapat mempercayai Kristus hanya sebagai seorang guru yang baik?

Uskup Agung Fulton Sheen mengatakan bahwa sesungguhnya tidak mungkin bagi kita untuk mempercayai Yesus hanya sebagai “seorang guru yang baik”. Sebab pilihannya hanya ada dua, yaitu: 1) apa yang dikatakanNya adalah benar, bahwa Yesus adalah sungguh Tuhan; atau 2) jika apa yang dikatakanNya tidak benar, maka, maaf, Ia adalah penipu terbesar yang pernah ada dalam sejarah umat manusia. Sebab jika Ia bukan Kristus Putra Allah seperti yang diajarkanNya, bukankah Ia telah berbohong? Jika demikian, bukankah Ia tidak dapat dikatakan sebagai guru atau seorang yang baik?[24] Namun betapa baik dan sempurnanya ajaran Kristus, mukjizat-mukjizat dan teladan-Nya, sehingga tak ada alasan bagi kita untuk menuduhNya sebagai penipu atau pun penjahat. Ajaran-Nya untuk mengasihi sesama, bahkan mengasihi musuh, adalah suatu ajaran yang tidak dapat disejajarkan dengan ajaran tokoh manapun. Dan Kristus telah melakukannya sendiri. Ia mengampuni semua orang yang telah menganiayaNya sebelum wafat-Nya di salib demi menebus dosa-dosa manusia.

Cara pembuktian dengan mempertentangkan klaim Yesus ini sekilas terdengar kasar dan sembrono, tetapi ini perlu direnungkan, terutama untuk menanggapi pandangan sejumlah orang yang hanya mau menganggap Yesus sebagai tokoh yang baik namun bukan Tuhan. Yesus tidak mungkin berbohong, sebab Ia adalah Kebenaran (Yoh 14:6). Jika Yesus bukan Tuhan,  Ia berkewajiban meluruskan pernyataan St. Thomas murid-Nya yang berkata kepada-Nya, “Ya Tuhanku, dan Allahku” (Yoh 20:28). Namun nyatanya, Yesus tidak menyangkal pernyataan  itu.

C. S. Lewis, menambahkan dua pilihan lagi, yaitu: 3) Jika Yesus tidak berbohong, namun mengklaim diri-Nya sebagai Putra Allah padahal tidak demikian, maka Ia mempunyai gangguan kejiwaan. Namun alternatif ini juga tidak cocok dengan keseluruhan riwayat hidup Yesus, yang senantiasa menampilkan pribadi yang utuh dan konsisten melaksanakan apa yang diajarkanNya sendiri. 4) Alternatif berikutnya adalah para murid Yesus mengarang cerita yang tidak benar tentang Yesus. Namun tentang hal ini, juga tidak mungkin. Sebab Injil ditulis semasa para saksi mata masih hidup. Para saksi mata itu tahu persis tentang kehidupan Yesus, wafat dan kebangkitan-Nya, dan karena itu, masih dapat memprotes jika Injil yang mencatat tentang Dia saat itu, tidak sesuai dengan kenyataan. Namun fakta bahwa tidak ada tulisan di abad pertama yang memprotes Injil dan surat-surat para Rasul, itu menunjukkan bahwa apa yang tertulis di Injil adalah benar.[25] Kesaksian para martir di abad-abad pertama juga merupakan bukti kuat, bahwa apa yang mereka imani adalah kebenaran, sebab mereka lebih rela mati daripada mengingkari apa yang mereka saksikan sendiri sebagai kebenaran tentang Kristus yang sungguh terjadi. Yaitu bahwa mereka mengimani Kristus, Putra Allah yang mengambil rupa manusia, yang hidup sebagai manusia namun melakukan hal-hal yang ilahi, yang kemudian menderita sengsara, wafat, bangkit dan naik ke Surga. Inilah yang nampak dari tulisan jemaat perdana, seperti tulisan St. Quadratus (wafat tahun 129) dan Yustinus Martir (wafat tahun 165):

“Tetapi karya-karya Penyelamat kita selalu dekat, sebab semua itu benar. Orang-orang yang disembuhkan, yang dibangkitkan dari kematian, yang terlihat saat disembuhkan dan dibangkitkan, ... selalu dekat—tidak hanya ketika Juru Selamat kita hidup di dunia, tetapi bahkan setelah Dia [Yesus] telah pergi—tetap hidup sampai jangka waktu relatif yang lama, sejumlah dari mereka masih hidup sampai zaman kita ini.”[26]

“Jelaslah, tak ada seorang pun dapat menakut-nakuti atau menundukkan kami yang telah percaya kepada Yesus di atas seluruh dunia ini. Sebab itu jelas, meskipun dipenggal dan disalibkan, dilemparkan ke binatang- binatang buas dan dirantai, dibakar, dan disiksa berbagai cara, kami tidak menyerahkan pengakuan iman kami. Tapi semakin banyak hal [penganiayaan] itu terjadi, semakin banyak orang lain, dan dalam jumlah yang lebih besar, menjadi lebih setia, dan menyembah Allah dalam nama Yesus. Sebab seperti orang  memotong batang anggur yang berbuah, tapi batang itu akan tumbuh lagi dan cabang-cabangnya makin berbuah;  demikianlah hal serupa terjadi pada kami.”[27]

Karena itu, dari keempat pilihan tersebut, pilihan yang paling mungkin dan masuk akal, adalah: perkataan Yesus itu memang benar, yaitu bahwa Ia adalah Penyelamat, dan Penebus dosa manusia. Jadi, betapa sudah seharusnya kita percaya kepadaNya dan mengikuti Dia!

Apa yang benar: kita memilih Kristus atau Kristus memilih kita?

Keduanya benar. Allah memberikan rahmat-Nya agar kita dapat memilih Kristus, dan kita menanggapi rahmat-Nya itu dengan kehendak bebas kita untuk memilih Kristus. Itulah sebabnya dikatakan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh 15:16). Demikian pula, dalam surat Rasul Paulus dikatakan, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam Sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya...” (Ef 1:3-4). Allah mengaruniakan segala berkat rohani itu, dengan mengutus Kristus Putra-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya dapat memperoleh hidup yang kekal (lih. Yoh 3:16). Dengan demikian, inisiatif pertama datang dari Allah, namun Allah tetap memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih apakah ia mau percaya kepada-Nya dengan mempercayai Kristus Putra-Nya, atau tidak. Yesus sendiri berkata, “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” (Yoh 3:36)

Dalam sejarah manusia memang ada sejumlah orang yang memilih untuk tidak percaya kepadaNya (lih. Mat 23:37), dan Injil mencatat betapa Yesus mengeluhkan keadaan ini. Maka berbahagialah kita jika kita memilih untuk percaya, sebab kita memiliki pengharapan yang besar bahwa janji keselamatan Allah bagi kita akan dapat terlaksana.

Bagaimana pandangan Gereja Katolik terhadap agama-agama lain?

Gereja terhubung dengan semua umat agama lain, sebab kita semua berasal dari awal yang sama dan akan berakhir ke tujuan yang sama; yaitu dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Karena itu, Gereja mengakui bahwa agama-agama lain pun mencari Allah sebab Allah—yang telah memberikan napas kehidupan kepada semua orang—menghendaki agar semua orang dapat diselamatkan (lih. 1 Tim 2:4). Oleh karena itu, Gereja menganggap segala yang baik dan benar yang diajarkan oleh agama lain, sebagai persiapan bagi Injil yang menerangi semua orang.[28]  Dengan kata lain, Gereja Katolik mengakui adanya berkas sinar kebenaran dalam agama-agama bukan Kristiani, namun tetap mengajarkan bahwa kepenuhan hidup keagamaan ada di dalam Kristus, sebab di dalam Kristus berdiamlah seluruh kepenuhan keAllahan (lih. Kol 2:9).  Berkas sinar kebenaran dalam agama-agama tersebut merupakan gambaran atau bayang-bayang akan kepenuhannya yang ada pada Kristus dalam Gereja Katolik. Gereja selalu, telah, dan tetap meyakini bahwa Kristus telah menanggung sengsara dan wafat-Nya demi dosa-dosa semua orang, supaya semua orang dapat diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1Tim 2:4).  Dengan demikian, Gereja Katolik selalu mengajarkan persamaan martabat semua manusia, dan menghormati serta memperjuangkannya. Namun karena keselamatan yang diperoleh karena kasih karunia Allah ini harus  ditanggapi oleh manusia dengan iman, maka diperlukan pengajaran iman yang benar dan penuh, agar dengan pengetahuan dan penghayatan iman yang benar dan penuh, manusia dapat menanggapi kasih karunia Allah itu seturut kehendak-Nya.

Pernyataan Ajaran Gereja

1.     Yesus Kristus adalah Allah yang benar dan  sungguh-sungguh Putra Allah.[29] (De fide)

2.      Putra Allah menjadi manusia untuk menebus dosa manusia.[30] (De fide) 

3.     “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16).

4.     “Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim 2:4).

5.     “Keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus), sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).

6.     “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang Anak-Nya” (1Yoh 5:10).

7.     Tentang agama-agama non-Kristiani, Gereja mengajarkan, “Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yang adalah “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan...”[31]

8.      “Oleh karena itu Konsili Suci pertama-tama menyatakan, bahwa Allah sendiri telah menunjukkan jalan kepada umat manusia untuk mengabdi kepada-Nya, dan dengan demikian memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dalam Kristus. Kita percaya, bahwa satu-satunya Agama yang benar itu berada dalam Gereja Katolik dan apostolik, yang oleh Tuhan Yesus diserahi tugas untuk menyebarluaskannya kepada semua orang, ketika bersabda kepada para Rasul: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan babtislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20). Adapun semua orang wajib mencari kebenaran, terutama dalam apa yang menyangkut Allah dan Gereja-Nya. Sesudah mereka mengenal kebenaran itu, mereka wajib memeluk dan mengamalkannya.[32]
Demikian pula Konsili suci ini menyatakan, bahwa di atas suara hatilah kewajiban- kewajiban ini terletak dan menggunakan kekuatan mengikat-nya. Kebenaran tidak dapat memaksakan dirinya sendiri, kecuali berdasarkan atas kebenarannya sendiri, ketika ia masuk ke dalam pikiran secara diam-diam sekaligus dan dengan kekuatan.  
Selanjutnya, kebebasan beragama, yang termasuk hak manusia dalam menunaikan tugas berbakti kepada Allah, menyangkut kekebalan terhadap paksaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, kebebasan itu sama sekali tidak mengurangi ajaran Katolik tradisional tentang kewajiban moral manusia dan masyarakat terhadap agama yang benar dan terhadap Gereja Kristus yang satu-satunya itu ....”[33]

Dari Katekismus Gereja Katolik

422    “Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Gal 4:4-5). Inilah “Kabar Gembira Yesus Kristus, Putra Allah” (Mrk 1:1): Allah mengunjungi bangsa-Nya (Bdk. Luk 1:68); Ia memenuhi janji, yang Ia berikan kepada Abraham dan keturunannya (Bdk. Luk 1:55); Ia membuat jauh lebih banyak daripada yang dapat diharapkan orang: Ia telah mengutus “Putra-Nya terkasih” (Mrk 1:11).

430    “Yesus” dalam bahasa Ibrani berarti “Allah membebaskan”. Pada waktu menyampaikan pewartaan, malaikat Gabriel menamakan Dia Yesus, yang menandaskan sekaligus Siapa Dia dan untuk apa Ia diutus (Bdk. Luk 1:31). Karena tidak ada seorang pun dapat “mengampuni dosa selain Allah sendiri” (Mrk 2:7), maka Allah sendirilah yang “akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat 1:21) dalam Yesus, Putra-Nya yang abadi yang telah menjadi manusia. Jadi, dalam Yesus Allah menyimpulkan seluruh karya keselamatan-Nya untuk umat manusia.

432    Nama “Yesus” menunjukkan bahwa Allah hadir dalam Pribadi Putra-Nya, yang menjadi manusia demi penebusan semua orang dari dosa mereka secara definitif. Yesus adalah nama ilahi, satu-satunya nama yang membawa keselamatan. Mulai sekarang semua orang dapat menyerukan nama-Nya, karena Yesus mempersatukan Diri dengan semua orang melalui penjelmaan-Nya menjadi manusia,[34] sehingga “di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12, bdk. Kis 9:14; Yak 2:7).

842    Hubungan Gereja dengan agama-agama bukan Kristen, terletak pertama sekali dalam asal dan tujuan bersama umat manusia: “Semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang, sampai para terpilih dipersatukan dalam Kota suci.”[35]

843    Gereja mengakui bahwa agama-agama lain pun mencari Allah, walaupun baru “dalam bayang-bayang dan gambaran” Ia memang belum dikenal oleh mereka, namun toh sudah dekat, karena Ia memberi kepada semua orang kehidupan, napas, dan segala sesuatu, dan Ia menghendaki agar semua manusia diselamatkan. Dengan demikian Gereja memandang segala sesuatu yang baik dan benar yang terdapat pada mereka sebagai “persiapan Injil dan sebagai karunia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan.”[36]

Materi Diskusi

1.     Jelaskan mengapa Anda bergabung dalam kelas ini?

2.     Apa yang Anda harapkan dalam program ini?

3.     Diskusikan apa yang membuat Anda tertarik kepada pribadi Kristus?

Langkah Nyata

1. Berdoa:

●      Sesering mungkin berdoalah di dalam hati, “Tuhan, nyatakanlah rencana keselamatan-Mu di dalam diriku.   Bantulah aku melihat dan mengalami kasih-Mu yang tak terbatas yang Engkau nyatakan di dalam Yesus Kristus Putra-Mu. Amin.”

2. Meresapkan Sabda Tuhan:

●      Membaca dan merenungkan bagaimana kasih Allah telah dinyatakan kepada kita, yaitu bahwa Ia telah mengutus Yesus Putra-Nya yang tunggal ke dunia, 1 Yoh 4:7-21.

●      Membaca dan merenungkan refleksi harian (hari ke-1 s/d ke-7).

●       Menghafal ayat hafalan minggu ini:
Yoh 3:16  “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

3. Mengikuti teladan Yesus yang adalah Kasih, dengan mengasihi sesama:

●      Lebih memperhatikan dan mengasihi orang-orang di sekitar kita: istri atau suami, orang tua, anak-anak, saudara, kerabat, teman-teman, pembantu, dst.

●      Berusaha untuk mengenal dan memperhatikan sesama teman dalam kelas katekumen ini.

●      Berusaha untuk mengampuni dan tidak membenci siapa pun yang telah menyakiti hati kita.

Renungan dari Para Tokoh Gereja

 

“Dengan alasan apa kita harus percaya tentang seorang pria yang disalibkan bahwa Ia adalah Anak Tunggal Allah, dan Ia sendiri akan menghakimi semua orang, jika tidak karena kita telah menemukan kesaksian tentangNya yang telah dibukukan sebelum Ia datang dan dilahirkan sebagai manusia, dan jika tidak kita lihat bahwa hal-hal tersebut telah terjadi sesuai dengan kesaksian itu?”[37]
— St. Yustinus Martir (100-165).

“Dapatkah kamu menyebutkan secara spesifik dan menunjukkan kepadaku siapapun pembuat mukjizat yang pernah ada di masa-masa yang silam, yang dapat berbuat sesuatu yang mirip, walau hanya seperseribunya saja, dengan Kristus?”[38]
—  Arnobius (wafat 330).

“Allah Pencipta dinyatakan sebagai Allah Penebus, sebagai Allah yang ‘setia pada diri-Nya’ dan setia pada kasih-Nya bagi manusia dan dunia
. Wahyu tentang kasih ini juga dijabarkan sebagai belas kasih; dan dalam sejarah manusia pewahyuan kasih dan belas kasih telah mengambil rupa dan nama: yaitu Yesus Kristus.”[39]
— St. Yohanes Paulus II.

Yesus Kristus adalah Allah. Ia bukan sekadar guru moral yang baik. Kedudukan-Nya tidak dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh lain dalam sejarah umat manusia. Kedatangan-Nya sudah dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama, dan karenanya kita dapat yakin bahwa Ia sungguh berasal dari Allah. Allah mengasihi dan berbelas kasih kepada manusia, dan hal ini bukanlah sekadar teori ataupun pemikiran. Kasih Allah yang tak berkesudahan telah sungguh menjadi nyata dalam pribadi Yesus Kristus, yang datang ke dunia untuk wafat di salib dan menyelamatkan manusia. Kedatangan-Nya ke dunia menjadikan Ia dekat dengan kita dan memampukan kita untuk mengenal, mengasihi dan melayani Dia. Maukah aku mengikuti Kristus yang adalah jalan, kebenaran dan hidup?

Doa Penutup

+ Ya Tuhan Yesus Kristus,
Engkau mengenal diriku sepenuhnya,
namun aku belum sungguh mengenal Engkau.
Engkau dekat padaku, namun aku jauh dariMu.
Sekarang aku ingin mengenalMu lebih dekat,
ya Tuhan.
Kumohon, tuntunlah aku, ya Tuhan Yesus,
bimbinglah aku,
agar dapat mengenal Engkau,
Sang Kebenaran yang memberikan kehidupan kekal.
Sebab Engkaulah Tuhan yang hidup,
sekarang dan selama-lamanya.
Amin. +

Refleksi Harian

Hari ke-1: 1Tim 2:4

“Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” Allah menghendaki semua manusia mengalami kebahagiaan di Surga. Karena itu, hendaknya kita senantiasa bersyukur kepada Allah, dan bersungguh-sungguh mencari jalan yang sejati untuk memperoleh pengetahuan akan kebenaran yang utuh yang mengarahkan kita ke Surga.

Hari ke-2: Yoh 14:6

Yesus berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak  ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Yesus adalah satu-satunya jalan untuk sampai kepada Allah Bapa. Maukah dan sungguhkah aku percaya akan sabda-Nya ini?

Hari ke-3: Yoh 1:18

“Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya.” Allah yang tidak kelihatan diwahyukan secara kelihatan dalam diri Yesus Kristus Putra-Nya. Dengan melihat Yesus kita dapat melihat dan mengenal Bapa yang berbelas kasih.

Hari ke-4: Yoh 3:16

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Yesus Kristus adalah bukti kasih Allah Bapa kepada kita. Kehadiran Kristus ke dunia memberikan jalan yang pasti bagi kita yang percaya kepadaNya, untuk memperoleh kehidupan kekal.

Hari ke-5: 1Yoh 5:10

“Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam  dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang Anak-Nya.” Alasan utama mengapa kita harus percaya kepada Yesus adalah karena Allah sendiri yang mengatakannya: “Inilah Anak-Ku... dengarkanlah Dia” (Luk 9:35).

Hari ke-6: Yoh 13:13

“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.” Satu-satunya alasan bagi kita untuk percaya kepada Kristus ialah karena Ia sendiri adalah Tuhan. Dengan mengikuti Kristus, kita mengikuti Sang Guru yang sempurna, yang adalah Tuhan itu sendiri.

Hari ke-7: Mrk 1:1-2

“Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: ‘Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagiMu: ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun ...’.” Kita percaya kepada Kristus, juga karena kedatangan-Nya telah dinubuatkan oleh para nabi utusan Allah. Dengan demikian, kita yakin dan pasti, bahwa Kristus yang datang ke dunia adalah Putra Allah.

Sumber gambar

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/0/05/ William-Adolphe_Bouguereau_%281825-1905%29_-_ Song_of_the_Angels_%281881%29.jpg

https://en.wikipedia.org/wiki/All_Saints%27_Day#/media/ File:All-Saints.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:William-Adolphe_Bouguereau_(1825-1905)_-_Pieta_(1876).jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:Statue_Kateri_Tekakwitha.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:Kateri_Tekakwitha_-_Claude_Chauchetiere.jpg

https://id.m.wikipedia.org/wiki/ Berkas:Noel-coypel-the-resurrection-of-christ-1700.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:Bolognesisch_-_Ecce_Homo_-_7592_-_Bavarian_State_Painting_Collections.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:Michael_Pacher_-_Altarpiece_of_the_Church_Fathers_-_WGA16810.jpg

https://en.wikipedia.org/wiki/Sermon_on_the_Mount#/media/ File:Bloch-SermonOnTheMount.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:Guido_Reni_-_The_Baptism_of_Christ_-_Google_Art_Project.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:The_Incredulity_of_Saint_Thomas_by_Caravaggio.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Fulton_J._Sheen_NYWTS.jpg

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4a/Plato-raphael.jpg

https://commons.wikimedia.org/wiki/ File:Diego-Velazquez-The-crucifixion.jpg

https://pixabay.com/



[1]Sumber: “St. Kateri Tekakwitha - Saints & Angels - Catholic Online.”, ref: http://www.catholic.org/saints/saint.php?saint_id=154.

[2]Kisah pertobatan Jennifer Fulwiler diceritakan ulang dari http://whyimcatholic.com/index.php/conversion-stories/atheist-converts/103-atheist-convert-jennifer-fulwiler

[3]Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2135.

[4]Louis LaRavoire Morrow, S.T.D., Bishop of Krishnagar, My Catholic Faith, (USA: Sangre De Cristo Products, 1949, re- published, 1994), p.3.

[5] Lih. Morrow, Ibid., p.11.

[6]DS 3009, Bdk. DS 3013, DS 3010, dalam KGK 156.

[7]Perhitungan yang lebih rinci tentang hal ini, dapat dibaca di link: http://sciencespeaks.dstoner.net/Christ_of_Prophecy.html#c9  Stoner adalah seorang ahli matematika, maka argumennya adalah berdasarkan perhitungan probabilitas/kemungkinan digenapinya  delapan nubuat dalam kitab Perjanjian Lama yang menggambarkan apa yang terjadi pada Kristus. Di sini tidak dibahas mengapa dipilih delapan nubuat itu, namun hanya menghadirkan contoh sederhana untuk melihat betapa sedikitnya kemungkinan penggenapan beberapa nubuat sekaligus.

[8]355 nubuat tentang Kristus di Perjanjian Lama dan penggenapannya di Perjanjian Baru dapat dibaca di link http://www.accordingtothescriptures.org/prophecy/353prophecies.html.

[9]Kepemimpinan Paus pertama—Rasul Petrus—sampai Paus Fransiskus—Paus ke-266—dapat ditelusuri di sepanjang sejarah. Urutan Paus dari Rasul Petrus sampai Paus Fransiskus dapat dibaca di : http://www.newadvent.org/cathen/12272b.htm

 

[10]Lih. Fulton J.Sheen, Life of Christ, (Bangalore India: The Asian Trading Corporation, 1995), pp. 17-21.

[11]Sejumlah orang menghubungkan kelahiran Confucius dengan kisah legenda Ch’i Lin (kuda bertanduk) yang muncul dengan batu giok di mulutnya yang menuliskan tentang kelahiran seorang anak yang suci di akhir dinasti Chou. Namun karena ini kisah legenda, maka tidak dapat disejajarkan dengan nubuat, sebagaimana dengan nubuatan tentang Yesus yang tertulis dalam kitab-kitab PL, yang benar-benar ditulis oleh nabi atau penulis kitab, yang berhubungan dengan kisah yang benar-benar terjadi (bukan legenda).

[12]Diperkirakan Lao Tzu lahir sekitar abad 6-5 SM (hampir sezaman dengan Confucius). Namun demikian sejumlah ahli mempertanyakan hal itu, sebagaimana ditulis oleh Burton Watson (1968), Complete Works of Chuang Tzu, (New York: Columbia Univ. Press, UNESCO Collection of Representative Works: Chinese Series, 1968), hal. 408

 

(https://en.wikipedia.org/wiki/Laozi#Historical_views): Di pertengahan abad ke-20, terdapat konsensus di antara para ahli bahwa historisitas tokoh Lao Tzu tidaklah dapat dipastikan, dan Tao Te Ching adalah kumpulan dari perkataan-perkataan Taoist yang disusun oleh banyak orang. Namun seandainya pun Lao Tzu adalah tokoh historis, tetap tidak dapat dibandingkan dengan Kristus, karena tidak seperti Kristus, Lao Tzu tidak pernah menyatakan dirinya sebagai Tuhan; dan tidak ada nubuat tentangnya sebagaimana nubuatan tentang Yesus, tentang bagaimana kelahiran-Nya, hidup, wafat dan kebangkitan-Nya.

[13]Nubuat-nubuat tentang Yesus Kristus akan dibahas lebih lanjut dalam Sesi 12.

[14]Yudea (Judea) adalah istilah bahasa Yunani dan Romawi untuk Yehuda (Judah).

[15]Tacitus, The Histories (109), book V, tr. Alfred John Church and William Jackson Brodribb, dapat dibaca secara online di: http://classics.mit.edu/Tacitus/histories.5.v.html

[16]Suetonius Tranquillus, Divus Vespasianus, seperti dikutip oleh Uskup Agung Fulton J. Sheen, Ibid., p. 19.

[17]Lih. Teks drama Prometheus, www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Perseus%3Atext%3A1999.01.0010%3Acard%3D1007

[18]Flavius Josephus, Jewish Antiquities, book XVIII, ch. 3.3. dapat dibaca secara online di link: http://www.gutenberg.org/files/2848/2848-h/2848-h.htm#link182HCH0003

[19]Lih. Confucius, Analect 7:33; 9:22.

[20]Menurut Sz Ma Qian, The Book of Historical Document: Tak ada Kaisar di China yang tidak mempersembahkan kurban kepada Surga/Heaven/ShangDi. Maka jika dihitung dari Kaisar Sun di tahun 2255 SM s/d 1911 jatuhnya kaisar terakhir oleh revolusi nasionalis di China, maka persembahan kepada Tuhan telah dilakukan di masyarakat China selama sekitar 4000 tahun.

[21]Lih. Fulton J. Sheen, Life of Christ, (Bangalore India: The Asian Trading Corporation, 1995), pp. 17-21.

[22]Lih. Ibid., p. 20.

[23]Lih. KGK 430: “Yesus dalam bahasa Ibrani berarti ‘Allah membebaskan’.”  (CCC 430: “Jesus means in Hebrew: ‘God saves’.”).

[24]Lih. Ibid., pp. 20-21.

[25]Bandingkan dengan apa yang dikatakan oleh C.S Lewis dalam Mere Christianity, (Harper One: 2001), hal. 52. Bagi Lewis pilihannya ada empat, yaitu entah seorang menganggap: 1)Yesus itu telah berbohong, atau kalau tidak, 2) Ia mempunyai gangguan kejiwaan atau, 3) kisah tentang Dia adalah legenda yang dibuat oleh para pengikut-Nya; atau 4) Yesus memang benar-benar Tuhan, seperti yang dikatakanNya. C.S. Lewis mengatakan bahwa tidaklah mungkin bagi seseorang untuk menjadi Kristen dan menerima semua ajaran moral dari Yesus, tanpa mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, sebab dasar kekristenan adalah pengakuan iman akan Yesus Tuhan.

[26]St. Quadratus, seperti dikutip dalam buku karangan Eusebius dari Caesarea, Church History, Bk.4, Ch. 3. MG 20, 308. Ref:
http://www.newadvent.org/fathers/250104.htm.

[27]St. Justin Martyr, Dialogue with Trypho, Ch. 110, MG 6, 729. Ref:
http://www.newadvent.org/fathers/01288.htm.

[28]Lih. KGK 843, Konsili Vatikan II, LG 16, bdk. NA 2, EN 53.

[29]D 40; cf. D 54, 86, 148, 214, 290.  

[30]D 86.

[31]Konsili Vatikan II, Nostra Aetate (NA), 2.

[32]Konsili Vatikan II, Dignitatis Humanae (DH), 1.

[33]Dignitatis Humanae 1, Terjemahan bahasa Inggris di The Sixteen Documents of Vatican II,  “...This Vatican Council likewise profess its believe that it is upon the human conscience that these obligations fall and exert their binding force. The truth cannot impose itself except by virtue of its own truth, as it makes its entrance into the mind at once quietly and with power.
Religious freedom, in turn, which men demand as necessary to fulfill their duty to worship God, has to do with immunity from coercion in civil society. Therefore, it leaves untouched traditional Catholic doctrine on the moral duty of men and societies toward the true religion and toward the one Church of Christ
....”

[34]Bdk. Yoh 3:18; Kis 2:21; 5:41; 3 Yoh 1: 7; Rm 10:6-13.

[35]Nostra Aetate (NA) 1. “Kota suci”, dalam konteks rencana penyelamatan Allah ialah Yerusalem surgawi atau Kerajaan Surga.

[36]Lumen Gentium LG 16, bdk. NA 2; Evangelii Nuntiandi EN 53.

[37]St. Justin Martyr, First Apology, Ch. 53, ANF I, 180.

[38]Arnobius, Against the Heathen, Bk. I, Ch. 43, ANF VI, 425.

[39]St. John Paul II,  Redemptor Hominis, 9.

    Related Posts